Akhir-akhir ini cuaca sungguh bergalau-ria (read: hujan mulu), tapi ini bukan suatu keluhan kok, menurut gue hujan merupakan suatu berkah, berkah yang sangat diagung-agungkan ketika lo hidup di daerah tropis.
Berangkat sekolah kehujanan, pulang sekolah keujan+macet, beruntunglah hingga sekarang gue gak jatuh sakit, walaupun akhir-akhir ini gue juga jarang bawa jaket. Karena...sudahlah, ketika gue membayangkan ke sekolah, seperti backpacker gembel yang siap mengarungi dunia yang amat luas.
Walaupun orang-orang bilang "gokil, dunia sempit banget ya, gue kenal dia, situ kenal dia juga." Jangan salahkan dunia yang sempit, tapi pergaulan yang lo jalani saat ini, hanya mencakup wilayah disekitar lo aja.
Bukalah cakrawalamu, lihat dunia dari sisi lain. Kau akan sangat bersyukur bisa menikmati betapa indahnya dunia ini, untuk dipelajari, dikagumi, dan ditempati.
Ngomong-ngomong soal bersyukur, mungkin sejak kemarin, sejak disekolah gue ada berita duka, bahwa ada kakak kelas gue yang meninggal--akibat kecelakaan, yang wilayah kecelakaannya juga tempat yang sering gue lewati. Gue amat sangat bersyukur, masih diberi kehidupan sekarang, walaupun, terkadang gue sering mengutuk diri gue sendiri dengan bilang, "gue lagi males hidup, matiin aja."
Banyak-banyaklah bersyukur untuk sekarang ini, Rafa.
Balik lagi ke ujan, Apa yang lo suka saat ujan?
Bau yang khas, bau perpaduan tanah dan air, gue mengandai-andaikan baunya itu seperti, bau kedua-nya surga. Entahlah apa maksutnya.
Yang kedua, gue suka ujan-ujanan, menikmati hujan jatuh dari tubuh kita, dan merasakan sesuatu yang lepas, seperti beban yang akhir-akhir ini gue sering pikirin, tapi karena hujan yang jatuh dan bau yang khas, gue merasakan bahagia. Ya bahagia itu sederhana.
Selain itu, karena negara gue termasuk wilayah yang tropis, hanya ada musim panas dan musim hujan, dan libur tidak akan sampai tiga bulan--seperti kebanyakkan film yang menggambarkan musim panasnya.
Gue lebih memilih musim hujan daripada musim panas, karena musim panas, sangat panas, dan musim dingin sangat membuat kita hendak tidur. Seandainya gue sleeping beauty, semua orang tidak akan berkomentar berapa lama gue tidur.
Mungkin, ketika musim hujan datang, para remaja bilang...
"Aduh dinginnih."
Gue pernah bilang gitu ke temen gue, sayangnya cewek jadi agak terkesan lesbi. Tapi, tidak ada orang lagi, bertepatan dengan gue-gak-bawa-jaket saat itu.
"Butuh jaket nih."
"Sori, tapi gue gak mau ngasih jaket gue ke lu."
"Yaudah gue juga gak butuh kok cuma menginginkan."
Hening yang cukup panjang, kemudian gue melanjutkan.
"Bedanya butuh sama ingin apa ya?"
"Hmmm..."
"Kalo butuh yang harus terpenuhi kalau ingin gak harus terpenuhi ya?"
"Iya..."
"Oh gitu."
Gue jadi berpikiran untuk menempatkan harapan menjadi sebuah keinginan bukan kebutuhan. Entah, mungkin karena gue terlalu takut bahwa kalau-kalau masa depan gue tidak seperti yang gue butuhkan--butuhkan dari apa yang gue harapkan.
Wassalam.
Berangkat sekolah kehujanan, pulang sekolah keujan+macet, beruntunglah hingga sekarang gue gak jatuh sakit, walaupun akhir-akhir ini gue juga jarang bawa jaket. Karena...sudahlah, ketika gue membayangkan ke sekolah, seperti backpacker gembel yang siap mengarungi dunia yang amat luas.
Walaupun orang-orang bilang "gokil, dunia sempit banget ya, gue kenal dia, situ kenal dia juga." Jangan salahkan dunia yang sempit, tapi pergaulan yang lo jalani saat ini, hanya mencakup wilayah disekitar lo aja.
Bukalah cakrawalamu, lihat dunia dari sisi lain. Kau akan sangat bersyukur bisa menikmati betapa indahnya dunia ini, untuk dipelajari, dikagumi, dan ditempati.
Ngomong-ngomong soal bersyukur, mungkin sejak kemarin, sejak disekolah gue ada berita duka, bahwa ada kakak kelas gue yang meninggal--akibat kecelakaan, yang wilayah kecelakaannya juga tempat yang sering gue lewati. Gue amat sangat bersyukur, masih diberi kehidupan sekarang, walaupun, terkadang gue sering mengutuk diri gue sendiri dengan bilang, "gue lagi males hidup, matiin aja."
Banyak-banyaklah bersyukur untuk sekarang ini, Rafa.
Balik lagi ke ujan, Apa yang lo suka saat ujan?
Bau yang khas, bau perpaduan tanah dan air, gue mengandai-andaikan baunya itu seperti, bau kedua-nya surga. Entahlah apa maksutnya.
Yang kedua, gue suka ujan-ujanan, menikmati hujan jatuh dari tubuh kita, dan merasakan sesuatu yang lepas, seperti beban yang akhir-akhir ini gue sering pikirin, tapi karena hujan yang jatuh dan bau yang khas, gue merasakan bahagia. Ya bahagia itu sederhana.
Selain itu, karena negara gue termasuk wilayah yang tropis, hanya ada musim panas dan musim hujan, dan libur tidak akan sampai tiga bulan--seperti kebanyakkan film yang menggambarkan musim panasnya.
Gue lebih memilih musim hujan daripada musim panas, karena musim panas, sangat panas, dan musim dingin sangat membuat kita hendak tidur. Seandainya gue sleeping beauty, semua orang tidak akan berkomentar berapa lama gue tidur.
Mungkin, ketika musim hujan datang, para remaja bilang...
"Aduh dinginnih."
Gue pernah bilang gitu ke temen gue, sayangnya cewek jadi agak terkesan lesbi. Tapi, tidak ada orang lagi, bertepatan dengan gue-gak-bawa-jaket saat itu.
"Butuh jaket nih."
"Sori, tapi gue gak mau ngasih jaket gue ke lu."
"Yaudah gue juga gak butuh kok cuma menginginkan."
Hening yang cukup panjang, kemudian gue melanjutkan.
"Bedanya butuh sama ingin apa ya?"
"Hmmm..."
"Kalo butuh yang harus terpenuhi kalau ingin gak harus terpenuhi ya?"
"Iya..."
"Oh gitu."
Gue jadi berpikiran untuk menempatkan harapan menjadi sebuah keinginan bukan kebutuhan. Entah, mungkin karena gue terlalu takut bahwa kalau-kalau masa depan gue tidak seperti yang gue butuhkan--butuhkan dari apa yang gue harapkan.
Wassalam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar